Uang muka atau down payment (DP) merupakan salah satu syarat utama yang wajib ditunaikan saat Anda membeli hunian, baik itu rumah tapak, apartemen, rumah susun, atau properti lainnya. Besaran uang muka rumah tapak sesuai Peraturan Bank Indonesia sejak Juni 2015 lalu, menetapkan DP KPR konvensional lebih ringan hanya 20% dari sebelumnya 30%, sedangkan syariah menjadi hanya 15%. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk rumah susun, dari DP yang sebelumnya 30% diturunkan menjadi 20%. Sementara untuk kepemilikan rumah kedua, uang muka 30% dan untuk rumah ketiga sebesar 40%.
Tujuan dari adanya pelonggaran Loan to Value (LTV) ini diarahkan untuk membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, dalam memenuhi kebutuhan riil untuk tempat tinggal di tengah ekonomi yang melambat. Meski begitu, rupanya kebijakan ini tidak cukup berpengaruh dalam memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah tinggal. Besaran uang muka 20% masih dianggap memberatkan, mengingat harga properti saat ini sudah relatif tinggi.
Metode Yang Dilarang
Saat ini terbilang sulit untuk sekedar mengumpulkan mengumpulkan dana untuk DP rumah. Dari berbagai tips yang ada hampir semua menyarankan untuk menerapkan metode menabung. Tetapi ternyata harapan tidak semudah yang dibayangkan. Saat tinggal sedikit lagi terpenuhi, harga rumah tersebut melonjak naik. Biasanya karena sudah kehabisan ide, demi mewujudkan impian tinggal di rumah sendiri, Fanda tergoda untuk menggunakan dana tunai yang difasilitasi oleh kartu kredit, karena biasanya nominalnya cukup untuk membayar DP rumah. Tapi apakah hal ini baik untuk dilakukan?
Motivator Perencanaan Keuangan, Kaukabus Syarqiyah, dengan lantang melarang penggunaan kartu kredit untuk uang muka rumah. Menurut ibu muda ini, hal ini membahayakan. “Jangan coba-coba deh pakai dana tunai maupun gesek tunai dari kartu kredit. Pasalnya, bunga dari pinjaman itu sangat besar. Normalnya saja di angka 6%,” ia mengingatkan. “Jadi bayangkan saja berapa cicilan pokok tiap bulan yang harus Anda bayar,” wanita yang akrab disapa Kikau ini melanjutkan. “Bahkan Bank Indonesia (BI) sudah melarang keras transaksi menggunakan gestun (gesek tunai) kartu kredit, karena dianggap rentan dan bisa merugikan pihak nasabah, bank, maupun negara.”
Salah satu kerugian yang bisa muncul adalah kredit macet. Sebabnya, pihak nasabah tidak mampu membayar semua tagihan yang begitu besar. Lebih celaka lagi tagihan yang tak terbayarkan itu akan terus berbunga sehingga nasabah akan terjebak dalam hutang tanpa akhir. Data YLKI yang dikumpulkan dalam rentang Juli-Agustus 2010 misalnya, menunjukkan jika penguna layanan gestun naik 1,02 %. Tetapi kredit macet yang timbul akibat kartu kredit juga naik hingga 0,45%.
Solusi Lain?
Kikau meminta masyarakat untuk mempertimbangkan tiga aspek penting sebelum memutuskan mencari pinjaman dana segar untuk DP rumah maupun apartemen;
1. Pikirkan prioritasnya
2. Berapa besar pinjamannya
3. Kemampuan finansial untuk mengembalikan pinjaman
Oleh karena itu, menurut Kikau, jalan keluar yang cukup aman untuk ditempuh adalah menggadaikan sertifikat tanah maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), kepada bank atau lembaga pembiayaan yang kredibel. “Menurut Saya metode ini jauh lebih aman, ketimbang memanfaatkan fasilitas KTA (Kredit Tanpa Agunan) dari bank. Hanya saja Anda dituntut lebih cermat mencari lembaga pemberi kredit yang memberi cicilan dengan suku bunga rendah,” jelasnya.